Terkait Keluarnya SP3 Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Terhadap Mahasiswi UPR
Selaku Wartawan yang bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik, izinkan saya menyampaikan rasa hormat dan bangga saya kepada Bapak Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI yang selalu memiliki keberanian serta ketegasan untuk menegakkan hukum. Sehingga banyak kasus yang awalnya tersendat bahkan terhenti, berkat ketegasan dan perintah Bapak, kasus dugaan tindak pidana tersebut akhirnya bisa berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Bapak Mahfud yang saya banggakan, selaku wartawan yang bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik, izinkan saya melaksanakan fungsi sebagai jurnalis yang bekerja berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang memiliki beberapa fungsi, antara lain menegakkan keadilan dan supremasi hukum, serta melakukan kontrol sosial.
Lewat Surat Terbuka ini, izinkan saya menyampaikan dugaan “keanehan“ penanganan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang oknum Dosen terhadap seorang Mahasiswi Universitas Palangka Raya (UPR) di Kalimantan Tengah.
Kasus ini berawal dari laporan korban, Mahasiswi UPR ke SPKT Polda Kalteng (5 September 2022), terkait penganiayaan dan kekerasan seksual yang diduga dilakukan sang Dosen.
Untuk menangani kasus tersebut, Penyidik di Ditreskrimum Polda Kalteng sudah memeriksa korban dan beberapa orang saksi, termasuk Ahli dan melakukan visum, yang menyatakan ada tindakan kekerasan yang dialami korban.
Karena meyakini ada dugaan tindak pidana dalam kasus tersebut, Penyidik sudah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), dan status terduga akan ditingkatkan menjadi tersangka.
Namun ironisnya, sebelum status sang Dosen ditetapkan menjadi Tersangka, tiba-tiba pada Maret 2023, Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus tersebut, dengan alasan korban (mahasiswi) mencabut semua keterangannya, serta mencabut Laporan Polisi yang dibuatnya, dan meminta kasusnya dihentikan.
Anehnya, keluarnya SP3 atas kasus ini berbeda dengan pernyataan Kepala Bidang Humas Polda Kalteng Kombes Pol Kismanto Eko Saputro kepada Wartawan pada Januari 2023, di mana Kabid Humas mengatakan “Kasus dugaan tindak pidana yang ditangani sejak 5 September 2022 itu bukan delik aduan, walaupun ada perdamaian, penanganan pidananya tetap dilanjutkan”.
Perlu saya tegaskan, keluarnya SP3 atau dihentikannya kasus ini, bukan karena terduga tidak bersalah terhadap kasus dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan, tetapi karena korban mencabut semua keterangan dan laporannya. Artinya, laporan korban mengandung kebenaran, sebagaimana keterangan awal korban yang diperkuat dengan hasil visum adanya dugaan tindak kekerasan, serta hasil pemeriksaan Ahli.
Bapak Mahfud MD yang saya banggakan, selaku Kepala Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) untuk Pemberitaan Liputan 6 SCTV Kalteng, kami dengan kru beberapa kali memberitakan kasus ini, dan kami menilai keluarnya SP3 oleh Penyidik sangart “aneh”, dan diduga tidak berdasarkan aturan hukum yang berlaku, karena terkesan terburu-buru.
Mengutip pernyataan Suriansyah Halim, seorang Praktisi Hukum di Kalteng yang terkenal kritis, kepada wartawan mengatakan “Terkait SP3 itu adalah hak Penyidik, tetapi dengan alasan sesuai aturan, karena kasus ini bukan delik aduan, maka alasan tidak kooperatifnya pelapor dan dicabutnya laporan, tidak bisa menjadi dasar keluarnya SP3”.
Dalam pemberitaan kami sebelumnya, kru Liputan 6 SCTV ada mewawancarai seorang Mahasiswi UPR yang meminta kasus ini diusut tuntas, dan pelaku harus dijatuhi hukuman sebagaimana aturan hukum yang berlaku, supaya mereka tenang melaksanakan perkuliahan di UPR.
Menyikapi “keanehan” yang ada, izinkan saya memohon kepada Bapak kiranya berkenan turun tangan untuk memerintahkan jajaran, menelusuri apakah keluarnya SP3 sudah berdasarkan aturan hukum yang berlaku atau tidak. Karena dampak keluarnya SP3 ini terasa menciderai keadilan masyarakat, dan bisa menimbulkan ketakutan terhadap Mahasiswi yang kuliah di UPR.
Atas Surat Terbuka yang saya layangkan kepada Bapak Mahfud MD, saya siap untuk mempertanggungjawabkan kebenarannya, dan siap mendukung penegakkan hukum apabila keberadaan saya dibutuhkan.
Izinkan saya beropini “Hai pelaku kejahatan seksual, jangan takut melakukan kekerasan seksual, apabila ada laporan dan diproses hukum, gunakan cara dan teknik serta segala upaya daya, agar sang pelapor mau mencabut keterangan awalnya dan mencabut laporannya, maka dugaan tindak pidana akan dihentikan”.
(Apakah hal ini yang kita inginkan? Tentunya tidak, dan solusinya, tidak ada cara lain, selain tegakkan hukum sebagaimana aturan hukum yang berlaku, dan jangan beri celah untuk terduga pelaku tindak pidana mempermainkan hukum).
“Dengan Berita Kita Jemput Kebenaran, dan kejahatan akan merajalela ketika orang-orang baik tidak melakukan apa-apa”.
Salam hormat Saya untuk Bapak Mahfud MD
Sadagori Henoch Binti (Ririen Binti)
Jurnalis yang tinggal di Palangka Raya – Kalteng