Aktivis Mahasiswa Minta Polda Kalteng Jangan Mudah Mengeluarkan SP3
PALANGKA RAYA, katakata.co.id – Kabar dihentikannya penanganan kasus dugaan penganiayaan dan kekerasan seksual, yang diduga dilakukan seorang oknum Dosen di Universitas Palangka Raya (UPR), terhadap seorang Mahasiswi, oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Kalteng, sangat disesalkan sejumlah aktivis mahasiswa.
Kepada wartawan, Jumat (5/5/2023), Enrico Rafael, selaku aktivis Mahasiswa yang juga mantan Gubernur Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Fakultas Pertanian UPR, mempertanyakan dasar keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), hanya karena korban mencabut laporannya, serta korban tidak kooperatif dan tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan.
“Tindak pidana yang terjadi adalah delik umum. Jadi jangan karena korban mencabut laporan, lalu dikeluarkan SP3,” tegasnya.
Enrico yang sedang mempersiapkan diri melaksanakan Magang ini, menambahkan, sekelas Polda Kalteng yang membawahi belasan Polres, begitu mudah mengeluarkan SP3. “Di mana citra Polisi, kasus seperti ini tidak mampu diselesaikan, Polisi seharusnya punya langkah lain, seperti melakukan pendekatan kepada korban dan intervensi yang positif kepada korban, agar kasus ini dilanjutkan sebagaimana aturan hukum yang berlaku,” lanjutnya.
Menurutnya, Polda Kalteng jangan menganggap kasus tersebut adalah kasus remeh dan kecil, ini kasus besar. Karena menyangkut harkat dan martabat kampus, dosen, serta mahasiwa. Dikhawatirkan, banyak kasus yang sama akan terjadi apabila kasus itu selesai begitu saja.
Ditambahkan, selaku mahasiswa, ia punya beban moral dan meminta siapapun yang menjadi korban kasus serupa, jangan takut menyuarakannya. Bahkan, dia akan berkoordinasi dengan rekan-rekan mahasiwa dari organisasi lainnya, baik internal kampus dan eksternal kampus, agar fokus membahas kasus pelecehan seksual, sehingga ke depannya tidak terjadi lagi kasus serupa.
“Kalau bicara gerakan, dalam waktu dekat kita akan koordinasi dulu, dan bisa menggunakan kekuatan besar. Bagaimana tidak, kita sudah punya ikatan mahasiswa, himpunan-himpunan dalam kampus, dan kita akan mempergunakan itu sebaik mungkin. Mahasiswa punya kajian atau menelaah sendiri, supaya mahasiswa tidak dianggap remeh, dan mahasiswa harus punya peran penting dalam semua lini. Dalam kasus seperti ini, mahasiswa harus ikut mengadvokasi,“ tutup Enrico Rafael.
Di tempat yang sama, A Nugroho selaku Gubernur BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UPR, juga menyayangkan dikeluarkannya SP3 untuk kasus dugaan kekerasan seksual dengan alasan yang kurang jelas, dan pihaknya akan segera melaksanakan audensi dengan fakultas, karena korban berasal dari FKIP.
“Kalau kasus seperti ini di SP3, kami dari FKIP merasa keberatan, karena ini bisa berdampak katakutan kepada mahasiswi lainnya apabila hal serupa terjadi. Mereka bisa tidak berani lagi menyuarakan masalahnya,“ katanya.
Di sisi lain, Nugroho juga prihatin atas informasi adanya hubungan badan, atau hubungan layaknya suami isteri antara terduga pelaku dengan korban. Karena hal itu, tidak memberikan contoh yang baik seorang pendidik yang sudah memiliki isteri dan anak.
Sementara berdasarkan informasi di lapangan, dalam waktu dekat Polda Kalteng akan melakukan Jumpa Pers, untuk memberikan pernyataan, atau keterangan terkait dikeluarkannya SP3 atas kasus dugaan kekerasan seksual tersebut. (rb66/red)