PALANGKA RAYA,katakata.co.id- Setelah ditetapkan tersangka beberapa waktu silam dan di limpahkan ke Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Enam terdakwa pengadaan batu bara dari wilayah Penambangan Kalteng untuk PLN yang diduga merugikan negara nyaris Rp 5 Miliar jalani sidang perdana atau pembacaan dakwaan, di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (27/2/2024).
Persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Ramdes dengan Anggota Iis dan Amir menghadirkan keenam terdakwa yakni Azis Muslim, Boggy Linggar Yuangga, David Pangihutan Hutauruk, Muhammad Firmansyah, Rezky Rumbogo Heryanto dan Tommy Firmansyah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Wayan Suryawan mengatakan, keenam terdakwa memiliki peran masing-masing dalam kasus ini, mulai dari penyedia hingga pelaksana pengadaan yang mengkondisikan kualitas batubara saat dimuat maupun dibongkar, serta pada saat penerimaan di PLTU Rembang. “Batu bara yang diadakan ini tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak,”Kata Pria yang juga menjabat Kasi Penuntutan.
JPU menyatakan bahwa pada sidang berikutnya, pihaknya akan menghadirkan lima hingga enam orang saksi, dengan rencana total akan ada 40 saksi dalam persidangan ini.
Para terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, pasal 2 Ayat (1) Jo. pasal 18 UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan subsidair, pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Menanggapi dakwaan yang telah dibacakan JPU. Suriansyah Halim selaku Penasehat Hukum David menerangkan, bahwa kerugian negara yang diterapkan kliennya jauh tidak sesuai dengan faktanya. Diakuinya peran kliennya sebagai perantara antara PLN dengan yang mengeluarkan sertifikasi kualitas batubara.
“Sangat jauh berbeda, memang klien saya telah mengakui perbuatannya. Makanya kita tidak mengajukan eksepsi melainkan pembuktian,” singkatnya. (ard/red)