Ririen Binti : Saya Ingin Menjadi Sahabat Kapolri Melalui Kritik Pedas
Pertama-tama saya mengucapkan selamat HUT ke-77 Bhayangkara, untuk Bapak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan seluruh jajaran Kepolisian Republik Indonesia, dan selamat kepada Polri, karena Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei yang dilakukan pada 20-24 Juni 2023, tingkat kepercayaan ke Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebesar 76,4 persen.
Kurang dari setahun Polri bisa memulihkan citranya. Berdasarkan survei pada Agustus 2022, kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara berada di angka 54 persen. Angka itu terjun bebas pasca kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang dilakukan eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo.
Bapak Kapolri yang sangat saya banggakan, melalui kado untuk Polri, pertama-tama izinkan saya menyampaikan dukungan saya selama ini. Sebagai Jurnalis untuk kemajuan Polri “Hampir 30 tahun sebagai Jurnalis, sudah ribuan berita hasil karya saya yang tayang di Liputan 6 SCTV Nasional maupun Lokal, terkait KEBERHASILAN POLISI menegakkan hukum dengan meringkus berbagai pelaku tindak pidana, dan berbagai gerakan sosial Polisi untuk masyarakat”.
Melalui kesempatan ini, izinkan saya mendaftar atau membuka diri untuk menjadi sahabat Kapolri. Karena mengutip berbagai pemberitaan, Kapolri tegaskan “Yang berani mengkritik paling pedas untuk Polisi, itu jadi sahabatnya Kapolri”.
Yang saya pahami di Republik tercinta ini, POLRI adalah satu-satunya Institusi yang memiliki kewenangan yang sangat-sangat Luar Biasa, karena Polisi bisa menangkap siapa saja yang diduga menjadi pelaku tindak pidana tanpa terkecuali. Bahkan di 2015, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Bambang Widjayanto diborgol Polisi. Tetapi Polisi tidak bisa ditangkap oleh siapapun, kecuali oleh Polisi Sendiri. (sedikit pengecualian kasus yang ditangani KPK)
Karena sangat luar biasanya wewenang Polisi, maka sebagian Oknum Polisi ada yang salah jalan, dan atas nama wewenang atau kekuasaan menjalankan hukum berdasarkan selera diri sendiri, bukan berdasarkan aturan hukum itu sendiri.
Karena oknum Polisi nakal hanya bisa ditangkap oleh Polisi, maka tidak jarang penegakkan hukum terkait oknum Polisi nakal menjadi tersendat, tidak sesuai harapan masyarakat.
Saya akan memberikan contoh nyata, bagaimana oknum Polisi tidak taat aturan hukum (nakal), tetap dipromosikan menjadi Kapolsek di wilayah Polda Kalteng.
“Tahun 2022 yang lalu, saya dan beberapa teman Jurnalis memberitakan adanya dugaan salah tangkap oleh oknum aparat Polsek Katingan Tengah, terhadap tiga orang warga desa Tumbang Kalemei yang dituduh mencuri buah sawit milik salah satu perusahaan perkebunan sawit di Katingan, dan ketiganya di tahan di Rutan Polres katingan“.
Karena meyakini mereka adalah korban salah tangkap, maka saya meminta bantuan sahabat saya, Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa (beliau 24 Juni 2023 meninggal dunia), dan saya membuat Surat Terbuka untuk Bapak Kapolri. Puji Tuhan, setelah ketiganya ditahan selama 22 hari, akhirnya mereka dibebaskan, dan melalui perjuangan berat berikutnya, keluarlah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang ditandatangani Kapolsek Katingan Tengah. Yang artinya, kasus tindak pidana pencurian sebagaimana tuduhan Polisi dihentikan.
Sekarang pertanyaannya kepada Bapak Kapolri yang saya banggakan, apakah Kapolsek yang awalnya menandatangani Surat Perintah Penahanan untuk menahan ketiga tersangka, dan kemudian Kapolsek yang sama yang menandatangani Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pantas mendapat promosi atau harus DEMOSI. (Faktanya : sang Kapolsek dipromosi menjadi Kapolsek daerah lain)
Izin Pak Kapolri, saya menunggu jawaban Bapak !!!!!!!!!!!!!!
Bapak Kapolri yang terhormat, saya sangat serius ingin menjadi Sahabat Bapak Kapolri untuk kebaikan Polri. Karena itu kritik pedas saya berikutnya adalah:
“Selaku orang Dayak dan pengurus Dewan Adat Dayak Kalteng, pada November 2022 saya dengan Ingkit Djaper, salah seorang pengurus DAD Kalteng membuat laporan ke Ditreskrimum Polda Kalteng, dan kasusnya ditangani Subdit Jatanras. Kami melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan di tubuh DAD Kalteng dengan nilai kerugian sekitar 2,8 miliar rupiah, yang diduga melibatkan oknum petinggi DAD Kalteng. Kami juga sudah minta pendapat Ahli Dr Ifrani SH MH, dan beliau berpendapat telah terjadi dugaan tindak pidana penggelapan. Bahkan melalui obrolan dengan Penyidik, yang mengatakan sudah bulat terjadi dugaan tindak pidana penggelapan atas laporan kami“.
Namun anehnya sudah delapan bulan penanganan, kasusnya tidak ada titik terang, karena masih berkutat di PENYELIDIKAN. Bahkan sekarang, penanganannya pindah Ke Subdit lain, sehingga prosesnya sangat terhambat.
Sekarang pertanyaannya, mengapa kasusnya terkesan jalan di tempat!!! Apakah diduga karena melibatkan Oknum petinggi DAD Kalteng?
Pada dasarnya, dalam KUHAP tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai jangka waktu penyidikan dan penyelidikan. Namun dalam ketentuan Pasal 31 Peraturan Kepolisian Republik Indonesia, Nomor 12 tahun 2009, tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkapolri 12/2009), disebutkan bahwa batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan sangat sulit, sulit, sedang, atau mudah. Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, meliputi:
1. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
4. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah;
Izin Pak Kapolri, apakah pantas sudah delapan bulan kasus perkara mudah seperti ini terkesan jalan di tempat?
Mohon pencerahannya Pak Kapolri !!!!!!!!!!!!!!!
“Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menilai kritik pedas terhadap anggota Polri di hari ulang tahun ke-77 Bhayangkara akan menjadi obat bagi institusi yang dipimpinnya itu. Meskipun pahit, kritik pedas itu harus ditelan, sehingga Polri bisa menjadi lebih sehat dan lebih baik lagi di masa mendatan”.
Saya sangat meyakini sikap tegas Bapak Kapolri bukan retorika, tetapi pasti Bapak Kapolri jadikan sebuah kenyataan. Karena itu saya menunggu tanggapan Bapak Kapolri atas kritik dan keluhan tersebut.
Salam hormat Saya,
Sadagori Henoch Binti (Ririen Binti)
Jurnalis di Kalteng, yang merindukan bisa menjadi sahabat Kapolri