PALANGKA RAYA,katakata.co.id- Pasca pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batubara menghentikan sementara kegiatan penambangan 26 Perusahaan Batubara dan Lima Perusahaan Mineral terkait Jaminan Reklamasi mendapat tanggapan dari Praktisi Hukum Rendha Ardiansyah SH MH.
Ia mengatakan, banyak potensi yang dapat ditimbulkan jika perusahaan terus mengabaikan jaminan reklamasi tersebut, mulai dari kerusakan lingkungan hingga potensi tindak pidana korupsi atau kerugian negara.
“Potensi korupsi jelas tentu ada apabila nyata terjadi kerugian negara akibat tidak adanya jaminan reklamasi dan reklamasi pascatambang dan kerusakan lingkungan yang siginifikan,” Kata Rendha Ardiansyah SH MH, Selasa (23/9/2025).
Pengacara muda ini juga menjelaskan, tidak adanya jaminan reklamasi dapat menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. Jaminan reklamasi adalah dana yang wajib disediakan oleh perusahaan tambang untuk memulihkan lahan bekas tambang ke kondisi yang sesuai dengan peruntukannya.
“Jika jaminan ini tidak tersedia, ada kemungkinan besar lahan bekas tambang akan dibiarkan terbengkalai, yang berujung pada kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Rendha menerangkan, Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, yang juga mengatur sanksi administratif, termasuk penghentian sementara kegiatan, jika pemegang IUP tidak mematuhi kewajiban penempatan jaminan Reklamasi.
“Wajar saja jika perusahaan yang tidak patuh terhadap jaminan reklamasi dihentikan sementara kegiatannya,” tegas Rendha.
Tak hanya itu saja kerugian yang dapat ditimbulkan, ada hal lain yang bersifat langsung ataupu tidak langsung. Dimana kerugian tidak langsung seperti hilangnya potensi ekonomi: Lahan bekas tambang yang tidak direklamasi akan kehilangan nilai ekonomi.
“Kerusakan lingkungan seperti pencemaran air dan tanah dapat merugikan sektor pertanian dan perikanan masyarakat setempat, yang pada akhirnya menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),” ucapnya.
Tak sampai situ saja, Biaya Pemulihan Sosial dan Lingkungan: Negara juga harus mengeluarkan biaya untuk menanggulangi dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari lahan bekas tambang yang rusak, seperti penanganan banjir, tanah longsor, atau masalah kesehatan masyarakat akibat pencemaran.
Penurunan Nilai Modal Ekologi: Beberapa sumber menyebutkan adanya kerugian “modal ekologi” yang sangat besar bagi negara. Modal ekologi adalah nilai dari ekosistem dan sumber daya alam yang berperan penting dalam keberlanjutan ekonomi. Kerusakan ekosistem ini merupakan kerugian jangka panjang yang dapat memengaruhi stabilitas fiskal dan pertumbuhan ekonomi.
“Singkatnya, meskipun sanksi seperti penghentian sementara kegiatan (seperti yang disebutkan dalam surat) bertujuan untuk memaksa kepatuhan, ketidakpatuhan terhadap kewajiban jaminan reklamasi pada akhirnya dapat membebankan biaya yang signifikan kepada negara,” tuturnya.
Untuk kerugian langsung, Rendha menerangkan, Dana jaminan reklamasi adalah uang yang disiapkan oleh perusahaan untuk membiayai pemulihan lahan pascatambang. Jika perusahaan tidak menempatkan jaminan ini dan kemudian meninggalkan lahan terbengkalai, negara berpotensi menanggung biaya reklamasi tersebut.
Undang-undang memungkinkan pemerintah untuk menunjuk pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dengan menggunakan dana jaminan, tetapi jika dana itu tidak ada, pemerintah bisa saja yang harus mengeluarkan anggaran untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi.
“Ya tentu ada, negara bisa mengalami kerugian akibat tidak adanya jaminan reklamasi dari perusahaan tambang. Kerugian ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,” tegasnya.
Saran untuk aparat penegak hukum apabila perusahaan pemegang IUP gagal menyediakan jaminan reklamasi yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, aparat penegak hukum wajib memulai penyelidikan terhadap perusahaan perusahaan tersebut.
“Wajib memulai penyelidikan, karena untuk meminimalisir dampak kerusakan yg lebih luas dan merugikan masyarakat,” tegas Rendha kembali.
Sekedar diketahui, sebanyak 190 Perusahaan yang bergerak di Bidang Mineral dan Batubara di Seluruh Indonesia diberhentikan sementara kegiatannya. Itu berdasarkan surat Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025 tertanggal 18 September 2025, tentang Sanksi Penghentian Sementara dari Kementerian ESDM melalui Ditjen Mineral dan Batubara
Dimana dalam penjelaskan yang disampaikan Dirjen Mineral dan Batubara, Tri Winarno bahwa pihaknya menindaklanjuti Surat Kami nomor T-1238/MB.07/DJB.T/2025, tanggal 5 Agustus 2025, hal Pengenaan Sanksi Administratif Peringatan Ketiga Jaminan Reklamasi, dan surat kami sebelumnya nomor: 1. B-727/MB.07/DJB.T/2025 tanggal 16 Mei 2025 hal Pengenaan Sanksi Administratif Peringatan Kedua Jaminan Reklamasi: dan 2. T-2241/MB.07/DJB.T/2024 tanggal 10 Desember 2024 hal Pengenaan Sanksi Administratif Peringatan Pertama Jaminan Reklamasi.
Dengan ini kami sampaikan hal-sal sebagai berikut: 1. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang: a. Pasal 29 ayat (1), bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan jaminan Reklamasi dan jaminan Pascatambang, b. Pasal 50: – Ayat (1), bahwa pemegang IUP, IUPK, atau IPR yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 2 ayat (1) atau ayat (2), ”..” Pasal 29 ayat (1),”…”, dikenai sanksi administratif. – Ayat (2), bahwa sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: e Peringatan tertulis: e# Penghentian sementara kegiatan: dan/atau e Pencabutan IUP, IUPK, atau IPR.
Pasal 52:
– Ayat (1), bahwa Dalam hal pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemumian, IUJP, atau IPR yang mendapat sanksi peringatan tertulis setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 belum melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (8) huruf b.
– Ayat (2), bahwa sanksi administratif berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kepada Pemegang IUP sebagaimana teriampir diberikan Sanksi Penghentian Sementara Kegiatan Penambangan. Namun selama sanksi tersebut dikenakan, Pemegang IUP diminta tetap melaksanakan kewajiban pengelolaan, pemeliharaan, perawatan, dan pemantauan pertambangan termasuk juga lingkungan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan. Terhadap kewajiban yang belum dipenuhi, Saudara diminta untuk segera mengajukan Permohonan Penetapan Dokumen Rencana Reklamasi. Sanksi Penghentian Sementara Kegiatan Penambangan secara otomatis batal, apabila Saudara telah mendapatkan surat penetapan dan menempatkan Jaminan Reklamasi sampai dengan tahun 2025. (ard/red)